Mekah menggelegak
terbakar kebencian terhadap orang-orang Muslim karena kekalahan mereka
di Perang Badr dan terbunuhnya sekian banyak pemimpin dan bangsawan
mereka saat itu. Hati mereka membara dibakar keinginan untuk menuntut
balas. Bahkan karenanya Quraisy melarang semua penduduk Mekah meratapi
para korban di Badr dan tidak perlu terburu-buru menebus para tawanan,
agar orang-orang Muslim tidak merasa diatas angin karena tahu kegundahan
dan kesedihan hati mereka.
Hingga
tibalah saatnya Perang Uhud. Di antara pahlawan perang yang bertempur
tanpa mengenal rasa takut pada waktu itu adalah Hanzhalah bin Abu Amir.
Ayahnya adalah seorang tabib yang disebut si Fasik. Hanzhalah baru saja
melangsungkan pernikahan. Saat mendengar gemuruh pertempuran, yang saat
itu dia masih berada dalam pelukan istrinya, maka dia segera melepaskan
pelukan istrinya dan langsung beranjak untuk berjihad.
Saat
sudah terjun kekancah pertempuran berhadapan dengan pasukan musyrikin,
dia menyibak barisan hingga dapat berhadapan langsung dengan komandan
pasukan musuh, Abu Sufyan bin Harb. Pada saat itu dia sudah dapat
menundukan Abu Sufyan, namun hal itu diketahui oleh Syaddad bin Al-Aswad
yang kemudian menikamnya hingga meninggal dunia sebagai syahid. Tatkala
perang usai dimana kaum muslimin menghimpun jasad para syuhada dan
akan menguburkannya, mereka kehilangan usungan mayat Hanzhalah.
Setelah
mencari kesana kemari, mereka mendapatkannya di sebuah gundukan tanah
yang masih menyisakan guyuran air disana. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wassalam mengabarkan kepada para shahabatnya bahwa malaikat sedang
memandikan jasadnya. Lalu beliau bersabda, "Tanyakan kepada keluarganya,
ada apa dengan dirinya?" Lalu mereka bertanya kepada istrinya, dan
dikabarkan tentang keadaannya sedang junub saat berangkat perang. Dari
kejadian ini Hanzhalah mendapatkan julukan Ghasilul Malaikat (Orang yang
dimandikan malaikat). Wallahu ta'ala 'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar